Alhamdulillah 'ala kulli hal..
usaha tidak pernah mengkhianati hasil
setiap yang berjuang pasti akan berhasil
dan atas kuasa-Nya tidak ada yang mustahil
semua berjalan pada ketentuan-Nya
tidak pernah tertukar semua kehendak-Nya
meskipun harus berliku jalan menuju ridho-Nya
namun semua terasa indah realisasi daripada janji-Nya
laa syukro illa al-wajib lillahi robbi
atas semua anugrah terindah anugerah yang terberkahi
tulus ikhlas penuh kesyukuran sentiasa mengiringi
dalam pertautan ikatan suci yang kekal abadi
save the date,
20-23 Septermber 2017
hum4m
Jumat, 15 Desember 2017
Jumat, 22 Januari 2016
Filsafat Ilmu dan Perkembangannya sampai Abad ke-19
Konsep
dasar filsafat ilmu adalah kedudukan, fokus, cakupan, tujuan dan fungsi serta
kaitannya dengan implementasi kehidupan sehari-hari. Kemudian dibahas pula
tentang karakteristik filsafat, ilmu dan pendidikan serta jalinan fungsional
antara ilmu, filsafat dan agama. Pembahasan filsafat ilmu juga mencakup
sistematika, permasalahan, keragaman pendekatan dan paradigm (pola pikir) dalam
pengkajian dan pengembangan ilmu dan dimensi ontologism, epistemologis dan
aksiologis. Selanjutnya dikaji mengenai makna, implikasi dan implementasi
filsafat ilmu sebagai landasan dalam rangka pengembangan keilmuan dan
kependidikan dengan penggunaan alternative metodologi penelitian, baik
pendekatan kualitatif dan kuantitatif, maupun perpaduan keduanya.
Filsafat
dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat. Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia
dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut
membawa perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan
teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan yang cukup besar dengan
ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana
perubahan-perubahan itu terjadi, baik yang berkaitan dengan makro kosmos maupun
mikro kosmos. Dari sinilah lahir ilmu ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya
berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan
sekaligus semakin aplikatif dan terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari
segala ilmu membangun kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama
yaitu ontology, epistemology dan axiology. [1]
Maka
filsafat ilmu menurut Jujun Suriasumantri merupakan bagian dari epistemology
(filsafat ilmu pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu
(pengetahuan ilmiah).[2]
Verhaak menambahkan bahwa filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat
yang secara khusus diminati semenjak abad ke-17, namun semenjak pertengahan
abad ke-20 ini telah mengalami perkembangan sedemikian besar sehingga tidak
seorang pun sanggup mengikuti langah-langkah perkembangannya yang begitu
beragam kea rah berbagai jurusan. Pertama-tama ini disebabkan oleh jumlah ilmu
pengetahuan yang masing-masing cabangnya tak henti-hentinya bertumbuh terus.
Perkembangan itu sendiri meningkatkan implikasi-implikasi ilmu pengetahuan yang
amat sangat beragam dan merasapi segala bidang kehidupan manusia secara
mendalam.[3]
Pokok bahasan yang akan diuraikan dalam makalah filsafat ilmu ini meliputi;
pengertian dan sejarah filsafat ilmu, tokoh-tokoh filosuf, dan perkembangan
filsafat ilmu.
1. Pengertian Filsafat Ilmu
1. Pengertian Filsafat Ilmu
Istilah
filsafat ilmu bisa ditinjau dari dua segi, semantik dan praktik. Segi semantik
perkataan filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa
Yunani, philosophia yang berarti philos = cinta, suka (loving) dan Sophia =
pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosophia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada pengetahuan disebut philosopher dalam bahasa
Arab disebut failasuf. Dari segi praktis filsafat berarti alam pikiran atau
alam berfikir. Berfilsafat artinya berfikir. Namun tidak semua berfikir adalah
berfilsafat. Berfilsafat maknanya berfikir secara dan sungguh-sungguh.[4]
Sedangkan ilmu, merupakan cabang pengetahuan yang memiliki ciri-ciri tertentu.
Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan
ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat
khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan
filsafat ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan
masing-masing bidang yang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu
sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing bidang yang
ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, dan tidak mencirikan
cabang filsafat yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari
pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang
prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana keduanya mempunyai
ciri-ciri keilmuan yang sama. Filsatat ilmu merupakan telaahan secara filsafat
yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu.[5]
2.
Sejarah
Filsafat Ilmu
Berbicara
sejarah filsafat ilmu tentu tidak akan lepas dari filsafat Yunani kuno dan
aliran yang dianutnya. Dimana filsafat muncul ketika orang-orang mulai
memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia dan lingkungan di sekitar
mereka dan tidak menggantungkan kepada agama untuk mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tersebut. tokoh filsuf-filsuf Yunani terbesar adalah
Socrates, Plato dan Aristoteles.[6] Secara umum karakteristik filsafat Yunani kuno adalah rasionalisme, yaitu
suatu pemahaman tentang sebuah pengetahuan yang lebih mengutamakan akal
(logika). Rasionalisme Yunani itu mencapai puncaknya pada orang-orang sofis.[7]
Setelah
kemajuan filsafat pada zaman Yunani yang begitu luar biasa, sejarah filsafat
mencatat bahwa pada abad pertengahan (400-1500 M) filsafat berfungsi sebagai
alat untuk pembenaran atau justifikasi ajaran agama (The philosophy as a
hand maiden of theology). Sejauh filsafat bisa melayani teologi, ia bisa
melayani teologi, ia bisa diterima. Namun, filsafat dianggap yang dianggap bertentangan
dengan ajaran agama atau gereja, ditolak dan kebebasan berfikir pun dipangkas.
Sehingga zaman tersebut di sebut Abad Gelapan Filsafat. Namun, merupakan masa
kegemilangan umat Muslim. Pada saat itulah di Timur terutama di wilayah
kekuasaan Islam terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Di saat Eropa
pada zaman Pertengahan lebih berkutat pada isu-isu keagamaan, maka peradaban
dunia Islam melakukan penterjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filosof
Yunani, dan berbagai temuan di lapangan ilmiah lainnya.[8]
Pengaruh
ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad 12 M
tersebut menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka
Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali
ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian
diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin.[9]
Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani Klasik (renaissance)
pada abad ke-14 M, rasionalisme pada abad ke-17, dan pencerahan (aufklarung)
pada abad ke-18 M.[10]
Salah
satu ciri khas masa khas Renaissance dan Humanisme dunia Barat sejak abad ke-15
ialah menonjolnya manusia sebagai pribadi perseorangan dan sebagai yang
berkuasa. Ciri itu antara lain menampakkan diri dalam bidang seni, politik,
filsafat, agama maupun dalam gerakan-gerakan melawan agama, ilmu pengetahuan,
dan teknik. Refleksi teoretis yang bersifat falsafi dan yang menghasilkan suatu
filsafat ilmu pengetahuan baru menyusul beberapa waktu sesudah ilmu-ilmu modern
itu lepas landas. Sebagai kedua tokoh utama dapat kita anggap Bacon dan Mill.[11]
3.
Francis
Bacon (1561-1626)
a.
Riwayat
hidup
Sir
Francis Bacon, Viscoun St Alban pertama (lahir 22 Januari 1561, wafat 9 April
1626) adalah seorang filsuf, negarawan dan penulis Inggris. Ia dikenal sebagai
pencetus pemikiran empirisme yang mendasari sains hingga saat ini. Tulisan dan
pemikirannya mempengaruhi metodologi sains yang menitikberatkan pada eksperimen
yang dikenal juga sebagai "Metode Bacon".[12] Francis Bacon
juga termasuk tokoh terkemuka dalam filsafat alam dan metodologi ilmiah dalam
periode transisi antara Renaissance ke era awal modern. Sebagai seorang ahli
hukum, anggota Parlemen dan Penasehat Ratu,Bacon menulis banyak pertanyaan
dalam bidang hokum, kenegaraan dan agama sebagaimana dalam politik kontemporer,
tetapi ia juga mempublikasikan teks-teks yang dispekulasi sebagai konsep-konsep
kemasyarakatan yang mungkin terjadi,dan ia merenungkan pertanyaan-pertanyaan
tentang etika (buku Essays) meskipunbidangnya adalah filsafat alam (The
Advancement of Learning).[13]
Bacon
dikenal sebagai pelopor empirisme Inggris, namun bukan berarti ia ateis. Ia
berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi, bukan dicampur
sebagaimana skolatisme. Urusan teologi hanya bisa diketahui oleh wahyu,
sedangkan filsafat hanya pada akal semata, karena itulah dia termasuk pendukung
dokrin ‘kebenaran ganda’ yakni akal dan wahyu. Agama yang dianut Bacon adalah
Ortodoks.
Disamping
dia terkenal dengan banyaknya buku yang dia terbitkan tetapi juga sebagai
politikus yang dihargai dan di hormati. Karya-karya bacon antara lain adalah The
Advancement of Learning (1606), yang kemudian disadur kembali pada tahun
1923 dengan judul De dignitate et augmentis scientiarum (Tentang
Perkembangan Luhur Ilmu-ilmu) sebagai bagian pertama dari suatu karya raksasa
yang direncanakannya namun tidak pernah diselesaikan yang berjudul umum Instauratio
Magna ( pembaharuan Besar ). Bagian kedua dari Instauratio itu sudah terbit pada tahun 1620, yaitu Novum
Organum (Organum Baru). Perlu di ketahui bahwa Organon adalah judul karya logika
Aristoteles yang hampir seluruhnya deduktif saja. Dan bukunya yang terakhir
adalah Nova Atlantis, yang belum selesai dikarenakan ia meninggal. Yaitu
mengenai suatu pulau terpencil yang sudah maju dalam bidang teknik serta dalam
bidang pemerintahan dan masyarakat adil dan makmur.[14]
b.
Ciri umum karya bacon
Dalam
karya-karyanya Bacon membahas tentang filsafat ilmu pengetahuan. Menurutnya
bahwa ilmu pengetahuan telah ada sejak dahulu akan tetapi belum pernah berbuah.
Ia menanggapi teori Aristoteles, yaitu ilmu sempurna itu tidak boleh mencari
untung, namun harus bersifat komtemplatif. Menurut Bacon ilmu itu harus
berbuah, atau mencari untung. Dengan begitu ilmu itu bisa berguna dan
berkembang.
Human
Knowledge is human power, pengetahuan
bisa berkembang jika dibawah kendali kekuasaan manusia. Seperti adanya percetakan,
mengakibatkan tersebarnya buku dan menyebarnya ilmu pengetahuan, pemakaian
magnet ( menyebabkan manusia bisa berlayar di samudera ) dll.
Dalam
dunia modern, teori Aristoteles metode deduktif silogisme mendapat banyak
kritikan, dikarenakan dalam perkembangannya teori tersebut tidak akan
menghasilkan apa-apa dalam menemukan ilmu pengetahuan. Maka muncullah teori
Bacon yang terkenal dengan metode induktif sebagai metode pengganti deduktif
silogisme Aristoteles.
Metode
Induktif ini digunakan untuk menemukan kebenaran, berdasar pada pengamatan
empiris, analis data yang diamati secara langsung dengan panca indra, dan
penyimpulan dalam hipotesis. [15]
Pembagian
Ilmu Pengetahuan
Salah
satu dari dasar pengetahuan adalah akal yang menyangkut filsafat, sedangkan
filsafat sendiri meliputi 3 bidang, yaitu:[16]
1)
De
Numine (Ketuhanan)
Adanya pengetahuan teologis berdasarkan wahyu, tetapi pengetahuan
itu di luar bidang filsafat dan mengenai pokok tersebut kita sudah menerimanya
lewat kebiasaan.
2)
De
Nature (Dunia tempat tinggal manusia)
Dengan mengacu konsep Radio directo yang berarti terang pokok
tersebut kita terima secara langsung. Menurut bacon para ilmuan berusaha
menemukan cause formales at finalesi (sebab formal dan final) yang
semakin meluas daya lingkupnya. Memang menurutnya ilmu akan berkembang tak
terhingga, tetapi tanpa ambang batas, tanda transendensi tahap metafisis
terhadap fisis. Bacon juga menyinggung matematika sebagai ilmu pengetahuan
abstrak yang tidak didasarkan pada pengamatan. Yang lebih luhur lagi adalah
ilmu falak yang hendak di bebaskan Bacon dari cengkeraman ilmu pasti
3)
De
homine (Manusia itu sendiri)
Hal yang di terangkan dengan konsep Radio reflexo, artinya
terang mengenai pokok bersangkutan kita terima lewat pemantulan.
Bacon
menaruh induksi secara tepat. Yaitu induksi yang bertitik pangkal pada
pemeriksaan (eksperimen) yang teliti dan telaten mengenai data-data partikular,
selanjutnya rasio bergerak maju menuju suatu penafsiran atas alam
(interpretation natura). Menurut Bacon, ada dua cara untuk mencari dan
menemukan kebenaran dengan induksi ini. Pertama, jika rasio bertitik pangkal
pada pengamatan inderawi yang partikular, lalu maju sampai pada
ungkapan-ungkapan yang paling umum (yang disebut axioma), guna menurunkan
secara deduktis ungkapan-ungkapan yang paling umum tersebut. Kedua, kalau rasio
berpangkal pada pengamatan inderawi yang partikular guna merumuskan ungkapann
umum yang terdekat dan masih dalam jangkauan pengamatan itu sendiri, lalu
secara bertahap maju kepada ungkapan-ungkapan yang lebih umum.[17]
Menurut
Bacon, generalisasi yang terburu-buru sering terjadi, karena manusia tidak
memperhatikan empat macam godaan atau idola yang harus dihindari, yaitu:[18]
1)
Idola
tribus (tribus: umat manusia pada umumnya)
Menarik kesimpulan tanpa dasar secukupnya, berhenti pada
sebab-sebab yang diperiksa secara dangkal, jasmani dan inderawi saja, suatu
wishfull thinking tanpa percobaan dan pengamatan yang memadai. Antara lain
tafsiran antropomorfis, khususnya dengan menggunakan sebab final. Umpamanya: awan
dan mendung ada agar bumi mendapatkan air.
2)
Idola
specus (specus: gua)
Prasangka dan selera khas pada setiap orang yang membuat manusia
seolah-olah terkurung dalam guanya sendiri dan tertutup matanya terhadap
apa yang ada di luar gua itu.
3)
Idola
Fori (forum: pasar)
Anggapan dan pembicaraan umum yang diterima begitu saja tanpa
dipersoalkan atau dipertanyakan lagi.
4)
Idola
thetri (theatrum: panggung)
Semua sistem filsafat yang pernah muncul seolah-olah suatu
sandiwara raksasa.
Ciri
khas induksi adalah menemukan dasar inti yang melampui data-data partikular.
Dalam hal ini pertama kita perlu mengumpulkan data-data heterogen tetntang
suatu hal, barulan kemudian urutannya akan tampak jelas: pertama, peristiwa
kongkret yang sebenarnya terjadi, kemudian suatu hal yang lebih umum sifatnya,
barulah akan di temukan dasar inti. Jika dasar inti masih adak partikular maka
harus diperiksa dengan cara deduksi. Jika dasar inti ini sudah andal, barulahk
kita boleh terus maju menemukan dasar initi yang semakin umum dan luas.
c.
Penilaian singkat
Dengan
menolak transendensi filsafat, bacon menjadi perintis empiris maupun positivme.
Pandangannya mengenai logika deduktif dan matematika agak berdiri sendiri.
Secara tegas menolak anggapan lama bahwa kedua cabang pengetahuan itu berkedudukan
tinggi. Karena matematika dan logika seperti halnya filsafat dan metafisika
tradisional, tidak berguna sama sekali karena tidak menambahkan sesuatu pun
pada kemampuan manusia untuk memnguasai dunia dan alam.
Menurut Bacon, berlangsunglah arah baru yang belum pernah
disaksikan bangsa manusia. Sebelumnya dan sampai saat itu memang ada ilmu
pengetahuan, tetapi menurut pandangna Bacon seluruh ilmu itu belum pernah
berbuah. Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuatan manusia.
Human Knowledge adalah Human Power.
4.
Perkembangan
sampai dengan Hume dan Kant
David Hume dan Immanuel Kant adalah tokoh filsafat pada abad 18,
atau yang disebut dengan masa Aufklarung atau yang disebut dengan zaman
modern. Hume adalah filusuf empiris radikal yang mengatakan bahwa cara kerja
logis yang sejak zaman Bacon diberi nama induksi tidak mempunyai dasar
teoritis. Dikarenakan logika induktif adalah kata yang berlawanan satu sama lain.
Disebutkan induksi melanggar salah satu hukum logika yaitu kesimpulan tidak
boleh lebih luas daripada premis-premisnya. Kenyataannya itulah yang terjadi
dalam induksi dan menjadi dasar cara kerja ilmu alam.
a.
David
Hume
David
hume dianggap sebagai tikoh puncak empirisme. Oleh emperisme modern ia dakui
sebagai peelopor yang paling serius dan konsisten. Hume lahir di Edinburgh
tahun 1711. Ayahnya meninggal ketika ia masih kecil. Hume menekuni bidang
filasafah di Edinburg, meskipun keluarganya sebenarnya menginginkannya belajar
hukum. Hume tidak perna mengajar filsafah. Sebab setiap ia melamar menjadi
dosen slalu ditolak karena ia dianggap seorang skepsis dan ateis.
Karya
terbesar Hume : A treatise of Human nature ditulisnya di Francis ketika usianya
sangat mudah, 26 tahun. Melalui karya ini Hume ingin memperkenalkan metode
ekperimental sebagai dasar menuju subjek-subjek moral. Buku tersebut terdiri
dari tiga bagian. Pertama, mengupas problem-problem epistemologi. Kedua,
membahas masalah-masalah emosi manusia. Ketiga membicarakan tentang
prinsip-prinsip moral.[19]
Sebagai
filsul ilmu pengetahuan yang bahkan ruang lingkup karya dan filsafat mereka
jauh melebihi bidang filsafat ilmu pengetahuan, Hume berpendapat cara kerja
“induksi” (Bacon) tidak mempunyai dasar teoritis sama sekali. Hume beralasan
induksi itu melanggar salah satu hukum logika, yaitu bahwa kesimpulan tidak
boleh lebih luas daripada premis-premisnya.[20]
Pada
garis besar, filsafah Hume merupakan reaksi kontra atas tiga prinsip dasar.
Pertama, filsafah Hume melawan rasionalisme terutama berkaitan dengan ajaran
tentang Innate ideas(ide-ide bawaan) yang dipakai sebagai ontologi olehkaum
rasionalitas dalam usahanya memahami dunia sebagai satu kesatuan interrelasi.
Kedua, reaaksi Hume tentang maslah religi khususnya berkaitan dengan ajaran
kaum Deis, Katolik dan Anglikan. Teologi sebelumnya Hume sebagian besar
berdasarkan aksioma-aksioma universal seperti hukum kausalitas yang dianggap
sebagai penjamin pemahaman manusia akan
Tuhan dan alam. Ketiga, Hume melawan emperisme, terutama emperisme locke dan
Barkeley. Walaupun dalam beberapa aspek Hume mengikuti dua pandangan filsuf
tersebut, Hume juga mengkritik pandangan kedua pendahulunya itu, dengan
menunjukan batas-batas metode emperisme.[21]
b.
KHANT
Sejarah filsafah ialah sejarah pertarungan akal dan hati (iman)
dalam merebut dominasi mengendalikan jalan hidup manusia. Kadang-kadang akal
menang mutlak, kadang-kadang iman yang menang mutlak, kedua-duanya membahayakan
hidup manusia. Yang menguntungkan hidup manusia adalah bila akal dan iman
mendominasi hidup manusia secara seimbang dilihat dari jurusan ini
sekurang-kurangnya ada tiga filosof besar : Socrates yang berhasil mneghentikan
pemikiran sufisme dan mendudukkan akal dan iman pada posisinya. Descartes yang
berhasil menghentikan dominasi iman kristen dan menghargai kembali akal. Dan
Khan yang berhasil menghentikan sufisme moder untuk menundukan kembali akal dan
iman pada kedudukannya masing-masing. Dalam kerangka inilah agaknya, Khan
mendapat tempat yang lebih dari lumayan dari sejarah filsafah.[22]
Pembela filosofis pencerahan di Jerman paling ulung adalah Imanuel
Khan (1714-1804), seorang murid dari muridnya Leib niz (bersama Cristian Wolff)
dan juga merupakan pengikut fisika newton beserta teori-teori masyarakat dan
pendidikan baru Rousseau yang bersemangat. Tidak seperti teman senegerinya, ia
juga seorang pendukung bersemangat revolusi Prancis, meskipun dari jarak aman
di Prusia timur, bahkan selama tahun-tahun pemerintahan Teror. Tetapi yang
membuat dia terlibat sangat mendalam
dalam proyek pencerahan adalah revolusi berganda, yang dimulai dengan
pertemuannya dengan skeptisme David Hume.[23]
Sedangkan Kant sendiri terbangun dari tidur dragmatisnya oleh
kritik Hume tersebut. Kant berpendapat ilmu-ilmu yang mencapai kemajuannya
karena sanggup menemukan dan merumuskan hukum-hukum alam yang memungkinkan
manusia mengembangkannya. Menurut Kant, “objrk pada dirinya sendiri” tidak
dapat dikenal manusia. Yang bisa dikenal hanyalah apa yang terjadi dalam diri
si pengenal, yaitu di atur dan diterimanya kesan-kesan dari luar itu sampai ke
dalam kategori-kategori aprioari akal budi. Akhirnya Kant menyimpulkan jawaban
dua pertanyaan sekitar dua masalah yang sudah disinggung, yaitu berusaha
membenarkan sahnya proses induksi dengan adanya dua belas kategori akal budi
yang diterapkan pada hasil pengetahuan nderawi dan menentukan “letak kedudukan”
hukum-hukum alam yaitu dalam diri manusia, sedangkan di luar diri manusia,
manusia tidak mengetahuinya.[24]
Khan juga mengakui batas-batas kekuatan akal budi, dan karya
puncaknya dalam filsafah terdiri atas tiga “kritik” besar terhadap akal budi
dan penilaian (judgemen). Dari sautu perspektif yang agak terbatas, kita bole
mengatakan bahwa Khan memberikan apa yang pandang sebagai puncak dan sintesis,
baik rasionalisme maupun emperisme pada saat bersamaan menolak ide yang
mendasari bahwa pengetahuan tentang dunia sejati disimpulkan dari pengelaman
atau ditemukan dari akal budi. Diartikan begitu Khan akan menjadi seorang tokoh
dengan minat filosofis yang terbatas, sedangkan teknisi intelektual lain hanya
meminati perdebatan-perdebatan panas rekan filsufnya. Kecerdasan Khan
dicurahkan pada pertanyaan-pertanyaan yang jauh lebih luas pada ide-ide besar
yang diringkasnya sebagai “ Tuhan, Kebebasan dan kekekalan.[25]
Kiranya dapat diberi cukup banyak alasan kalua orang menyebut Khan
sebagai filsuf terbesar dalam sejarah filsafah Barat modern. Meskipun Khan
berbadan kecil, ia adalah pemikir raksasa. Khan terkenal karena usahanya
mematahkan sikap-sikap filsafah yang dogmatis, dan memulai dengan pola-pola
pemikiran yang lebih kritis. Karena itu filsafah Khan disebut “filsafah kritis”
atau filafah transendental.[26]
Inspirasi Khan muncul dari berbagai sumber sperti dari pikiran
Rausseau, Newton, Hutcheson, Shaftesbury, dan Baumgarten. Diantara beberapa
pemikir yang mempengaruhi Khan dalah Gottfried Wilhem, Leibniz, cristian Wolff
dan David Hume. Terutama kepada Hume Khan merasa Hume lah yang telah
membangunkannya dari sikap dogmatisme setelah membaca karya-karya Hume, Khan
kemudian tidak lagi menerima prinsip-prinsip rasionalisme dan tidak lagi
percaya pada aksioma-aksioma ontologi.. Khan mengatakan bahwa menjawab
persoalan Hume adalah tujuan utama dari filsafahnya.[27]
Semua filsafah bagi Khan harus dimulai dari pernyataan : apakah
metafisika mungkin? Sebagai jawaban atas persoalan itu, Khan mencoba
menggunakan suatu kritik sistematis tentang pemikiran dan akal manusia. Dia
mencoba menjajagi tidak saja pengetahuan ilmiah, bahkan semua kepercayaan,
tujuannya, untuk memastikan apa yang digambarkan dalam tindakan keyakinan itu
sendiri. Khan ingin menemukan sintesis ilmu pengetahuan. Akan tetapi berbeda
halnya dengan apa yang dilakukan oleh pemikir abad pertenganhan, dasar khan
lebih pada epistemologi dari pada dasar metafisika. Tujuan Khan dalah
mengkritik validitas ilmu pengetahuan, menguji operasionalitasnya dan
menentukan batas-batas ilmu pengetahuan itu sendiri.[28]
5.
John
Stuart Mill ( 1806-1873)
a.
Riwayat
Hidup dan Karyanya
Mill
adalah anak dari James Mill, seorang ternama dalam aliran utilitarianisme
ciptaan Jeremy Bentham. Mill lahir di London tahun 1806. Karya-karya Mill
meliputi filsafat ketuhanan dan negara. Bukunya A System of Logic , membahas
cara kerja ilmu-ilmu alam. Dalam karya tersebut, ia menanggapi keberatan yang
diajukan Hume dan melanjutkan apa yang dikemukakan Bacon.[29]
b.
Problematika
induksi menurut mill
Setelah diuraikan tentang induksi bacon, menurutnya ada kesalahan
dalam induksi bacon. Dalam menguraikan logika induktif itu John stuart mill mau
menghindari dua ekstrim: Extreme yang satu iyalah Generalisasi empiris.
Generalisasi empiris itu dilakukan berdasarkan pengamatan yang datanya seolah
dikumpulkan secara kebetulan, lalu pengumpulan data dihentikan Dan hasil
pengamatan digeneralisasi kan. Kemungkinan lainnya adalah Generalisasi empiris
itu didasarkan pada suatu pengumpulan data yang memang lengkap, tetapi secara
kongkrit hal ini mustahil Terlaksana karena jumlah data itu tak terhingga, atau
memang dapat dilaksanakan tetapi dalam bentuk penjumlahan saja karena jumlah
data terbatas, sehingga bukan sungguh-sungguh induksi.
c.
Ajaran
Mill tentang Logika Ilmu-ilmu
Menurut
Mill , logika adalah alat utama yang digunakan dalam cara kerja induktif.
Logika mempunyai cakupan yang sangat luas yaitu dalam bidang-bidang sosial dan
psikologi. Penguaraian logika induktif bagi Mill sangat menghindari dua
eksterem.
a.
Generalisasi
empiris, berdasarkan pengamatan yang data-datanya seolah dikumpulkan secara
kebetulan, lalu pengumpulan data dihentikan dan hasil pengamatan
digeneralisasikan.
b.
Mencari
dukungan dalam salah satu teori mengenai induksi dan pengetahuan apriori.
d.
Pembenaran
proses induksi
Menurut Mill, pengetahuan paling umum yang lama kelamaan muncul
(untuk diperiksa) ialah The course of nature is uniform. Dalam arti itu,
the course of nature is uniform merupakan Asas dasar atau aksioma umum
dari induksi. Selanjutnya Mill menegaskan bahwa Asas utama itu menjadi paling
tampak dalam hukum alam dasariah yang disebutnya Law of causality, artinya
setiap gejala yang kita amati mempunyai suatu cause Yang dicari dalam
ilmu pengetahuan. Sebab itu, menurut Mill, Adalah keseluruhan data yang
mendahului gejala bersangkutan, yang merupakan syarat-syarat yang perlu dan
memadai agar gejala terjadi. Persoalan lainnya adalah apakah manusia mampu
mengejar dan mengetahui segala cause.
e.
Cara
Kerja Induksi
a.
Metode
Kesesuaian. Jika gejala a menampakkan
pada gejala AB dan AC . Maka ada salah satu cause bagi a dan hanya gejala ABC
yang dapat merupakan cause itu. Kesimpulannya A merupakan sufficient cause bagi
a.
b.
Metode
Ketidaksesuaian, a menampakkan pada ABC , tetepi tidak pada BC. Maka A
merupakan necessary cause bagi a.
c.
Metode
gabungan kesesuaian dan ketidaksesuaian. A menampakkan diri pada AB dan AC,
akan tetapi tidak ada pada BC. Maka A merupakan sufficient dan necessary cause
bagi terjadinya a.
d.
Metode
Residu . dari induksi-induksi telah diketahuai bahwa B merupakan cause bagi b,
C bagi c , lalu abc menampakkan pada ABC . Dapat disimpulkan bahwa setiap
gejala merupakan cause bagi gejala lain. Bahwa A merupakan sufficient dan
necessary cause bagi a.
f.
Beberapa
Tokoh dan Alirah Sehubungan dengan Mill
William
Whewell ( 1794-1866). Karyanya antara
lain History of the Inductive Scinces
dan Philosophy of the Inductive Sciences . ia mendukung adanya intuisi.
Auguste
Comte ( 1798 – 1857 ) , ia adalah bapak sosiologi dan aliran positivisme . Pada
tahap pengetahuan Comte membedakan enam macam ilmu, mulai dari yang paling
abstrak: matematika, ilmu falak, fisika, kimia, ilmu hayat dan fisika sosial
atau sosilogi. Matematika dipandangnya sebagai ilmu deduktif, dan ilmu yang
lainnya tidak pernah berhasil mendekati matematika yang deduktif tersebut.
Jules Lacheilier (1832-1918) dalam karyanya Du fondement de
L’induction . Lancheilier mau melawan anggapan yang berlindung pada intuisi
atau akal untuk membenarkan proses induksi, tetapi ia
berpendapat Mill tunduk pada empirisme sampai tidak mampu membenarkan adanya
hukum-hukum alam. Lacheilier berpendapat kita harus memperluas pandangan ke
luar dari sebab-sebab efisien sampai memandang dengan keseluruhan. Menurutnya,
kemungkinan induksi tergantung pada prinsip ganda sebab efisien dan sebab
final. Adanya finalitas ditolak oleh beberapa orang yang sezaman dengan Lancheilier
seperti, Darwin, Huxley, Spencer dan
lain-lain. Namun juga ada yang sependapat dengannya seperti Berguson dan
Teilhard de Chardin.
Daftar Pustaka
Bertens, K., Ringkasan
Sejarah Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1986)
http;//gurutrenggalek.blogspot.com
Mustamsyir Rizal,
dan Misbah Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002)
Mustofa, H.A. ,
Filsafat Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2004)
Nur Rochman,
Dwi dkk ”Kelahiran dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan”, dikutip dari https://www.academia.edu/7194551/Makalah_Filsafat_Ilmu, diakses pada hari Rabu, tanggal 11 November 2015 jam 09.20.
S.Suriasumantri,
Jujun, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pancaranintan
Indahgraha, 2007)
Solomon, Ricard
C., A short History of filophy. Alih bahasa oleh Saut Pasaribu.
(Yogyakarta : Bentang Budaya, 2003)
Tafsir, Ahmad, Filsafah
Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai James, (Bandung: Remaja Ronda Karya
Bandung, 1997)
Verhaak, C., R.Haryono
Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan telaah atas cara kerja ilmu-ilmu,
(Jakarta : Gramedia, 1989)
Wikipedia.org/wiki/FrancisBacon.
[1] http;//gurutrenggalek.blogspot.com
[2] Jujun S.Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, (Jakarta : Pancaranintan Indahgraha, 2007) hal.33
[3] C.Verhaak, R.Haryono Imam, Filsafat Ilmu
Pengetahuan telaah atas cara kerja ilmu-ilmu, (Jakarta : Gramedia, 1989)
hal.ix
[4] H.A. Mustofa, 2004, Filsafat Islam,
(Bandung : Pustaka Setia, 2004) hal.9
[5] Jujun S.Suriasumantri, Filsafat Ilmu…, hal.33
[6] Wikipedia.org/wiki/Filsafat.
[7] Dwi Nur Rochman dkk”Kelahiran dan
Perkembangan Ilmu Pengetahuan”, dikutip dari https://www.academia.edu/7194551/Makalah_Filsafat_Ilmu, diakses pada hari Rabu, tanggal 11
November 2015 jam 09.20.
[8] Rizal Mustamsyir dan Misbah Munir, Filsafat
Ilmu, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002) hal. 128
[9] K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat,
(Yogyakarta : Kanisius, 1986) hal.32
[10] Ibid, hal.32
[11] C.Verhaak, R.Haryono Imam, Filsafat Ilmu…,
hal.137
[12] Wikipedia.org/wiki/FrancisBacon.
[13] http://filsafat.kompasiana.com/2010/12/28/biografi-dan-pemikiran-filsafat-francis-bacon-1561-1626
[14] C.Verhaak, R.Haryono Imam, Filsafat Ilmu…,
hal.138
[15] Ibid, hal.139
[16] Ibid, hal.139-140
[17] Ibid, hal.142
[18] Ibid, hal.143
[19] Ahmad Tafsir, Filsafah Umum Akal dan
Hati sejak Thales sampai James, (Bandung: Remaja Ronda Karya Bandung, 1997)
Cet.5. hal.49
[20] C.Verhaak, R.Haryono Imam, Filsafat Ilmu…,
hal.145
[21] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, hal.49-51
[22] Ibid, hal.150
[23] Ricard C. Solomon, A short History of filophy.
Alih bahasa oleh Saut Pasaribu. (Yogyakarta : Bentang Budaya, 2003) Cet.2.
hal.373
[24] C.Verhaak, R.Haryono Imam, Filsafat Ilmu…,
hal.146
[25] Ricard C. Solomon, A short History..,
hal.373-374
[26] Ibid, hal.57
[27] Ibid, hal.58
[28] Ibid, hal.59
Langganan:
Postingan (Atom)