Kamis, 29 September 2011

[aipi_politik] 10 Perbedaan Teroris dengan Koruptor

Ciri-ciri teroris yang disebarkan oleh sejumlah media massa Indonesia sering digambarkan kontras dengan ciri-ciri koruptor. Meskipun keduanya adalah penyakit akut yang merusak negeri ini. Berikut perbandingannya:

Teroris: biasanya pendiam
Koruptor: pintar bicara (sekaligus berbohong)

Teroris: tidak bergaul dengan tetangga, misterius
Koruptor: pergaulannya sangat luas dengan pejabat maupun pengusaha

Teroris: penampilannya sederhana atau pas-pasan
Koruptor: penampilannya mewah dan bergengsi

Teroris: tidak ada yang mau mengundangnya ke acara sosial, seperti resepsi kawinan, dll.
Koruptor: sering diundang ke berbagai acara sosial dan event terhormat lain. Selalu diperlakukan sebagai warga terhormat.

Teroris: banyak orang tak mau dekat atau dikaitkan dengan teroris
Koruptor: banyak orang ingin dekat dengan koruptor, karena ingin kecipratan duitnya

Teroris: terlatih mengutak-atik bahan peledak
Koruptor: terlatih mengutak-atik anggaran dan laporan keuangan

Teroris: ingin cepat mati syahid
Koruptor: takut mati, kalau bisa hidup selamanya

Teroris: kalau sudah mati, baru masuk pemberitaan media
Koruptor: hampir tiap hari ucapan dan kiprahnya diberitakan media

Teroris: hubungannya sangat buruk dengan polisi, jaksa, hakim
Koruptor: hubungannya sering sangat baik dengan polisi, jaksa, hakim

Teroris: jika diadili, terancam hukuman mati
Koruptor: jika diadili, kemungkinan besar mendapat remisi

Demikian sekadar perbandingan. Silahkan ditambahkan sendiri.

Sabtu, 06 Agustus 2011

Works of Hasan Langgulung

Prof.Dr. Hasan Langgulung during his life has produced many scientific works in Indonesian language, Malay, Arabic and English. The work consists of translations, books, papers and various articles published in national and international magazines. He wrote about many issues that revolve around Education, Psychology, Philosophy and Islamic Studies. Among his works, namely:
1.Thesis: Al-Murahiq al-Indonesiy: Ittijahatu wa Darajatuttawafuq 'Indahu (Young Indonesian: Attitudes and adjustment).
2.Dissertation: A Cross-Cultural Study of the Child's Conception of Situational Causality in India, Western Samoa, Mexico, and The United States. Later published by the Journal of Social Psychology, USA, 1973.
3.The Development of Causal Thinking of Children in Mexico and the United States, USA: The Journal of Cross-Cultural Studies, 1973.
4.Social Aims and Effect of Higher Education, Kuala Lumpur: Economic & Business Student’s Association in Southeast Asia, 1973.
5.The Curriculum Reform of General Education in Higher Education in Southeast Asia, Bangkok: ASAIHL, 1974.
6.Beberapa Aspek Pendidikan Ditinjau dari Segi Islam, Kuala Lumpur: Majalah Azzam, 1974.
7.The Self: Concept of Indonesian Adolescene, Malaysia: Jurnal Pendidikan, 1975.
8.Al-Ghazali dan Ibnu Thufail Vs Rousseau dan Piaget, Kuala Lumpur: Majalah Jihad, 1976.
9.Belia, Pendidikan dan Moral, Kuala Lumpur: Dewan Masyarakat, 1977.
10.Pendidikan Islam akan Kemana?, Kuala Lumpur: Cahaya Islam, 1977.
11.Peranan Ibu-Bapa dalam Pendidikan Keluarga, Kuala Lumpur: Al-Ihsan, 1977.
12.Falsafah Pendidikan Islam, translation of Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany’s book, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
13.Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma.arif, 1980.
14.Teori-teori Kesehatan Mental, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1983.
15.Pendidikan dan Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1985.
16.Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta, Al Husna Zikra, 1986.
17.Pendidikan Islam dalam Abad 21, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 1988.
18.Kreatifitas dan Pendidikan Islam; Analisis Psikologi dan Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1991.
19.Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 1991.
20.Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002.

Minggu, 31 Juli 2011

Ramadhan, bulan produktif dan prestasi.

Marhaban ya ramadhan, marhaban ya syahril mubarok. Alhamdulillah, Allah telah mempertemukan kita dengan bulan suci tahun ini. Seiring berjalannya waktu sekaranglah kita mencapai muara tersebut setelah sebelas bulan sebelumnya kita lalui. Banyak sekali fenomena yang terjadi berkenaan dengan bulan ramadhan ini, seolah merubah semua aspek kehidupan nyaris dengan keunikannya tersendiri. Seperti di masa kecil kita, betapa gembira kanak-kanak dengan kedatangan bulan suci tersebut. Ditandai dengan gempita suara petasan ataupun keramaian ketika berbondong-bondong memenuhi masjid ketika tarawih.
Namun ironisnya masih banyak pihak yang merasa bulan puasa identik sebagai bulan yang tidak produktif, dengan menganggap sebagai liburan panjang bahkan waktunya tidur panjang. Hal ini terjadi karena pandangan yang salah kaprah terhadap sebuah hadits Nabi yang mengatakan bahwa tidurnya orang berpuasa adalah ibadah, kemudian berdampak pada kebiasaan tidur-tiduran atau bermalas-malasan pada siang hari ketika berpuasa. Padahal Nabi Muhammad saw tidak pernah mencontohkan hal itu. Karena secara mafhum mukholafah kalau tidur ketika berpuasa saja ibadah, apalagi kalau waktu puasa kita gunakan untuk kebaikan dengan niat ibadah kepada Allah.
Kalau kita melihat sejarah yang telah dilakukan oleh orang-orang muslim pada zaman dahulu baik dalam sejarah Islam ataupun sejarah Indonesia, justru bulan suci ramadhan merupakan bulan produktif dan bulan prestasi. Banyak sekali produktivitas muslim terdahulu yang hasilnya dapat kita rasakan sampai sekarang, bahkan sampai generasi selanjutnya. Seperti pada 17 Ramadhan tahun kedua hijriah, Nabi Muhammad saw melakukan perang Badar. Perang tersebut merupakan perang pertama dalam Islam. Nabi bersama 314 pejuang muslim yang terdiri dari penduduk biasa, pedagang dan budak berperang melawan kelompok kafir dengan jumlah yang lebih besar dan memang tentara tempur dengan persenjataan lengkap. Dalam keadaan puasa, tanpa berbuka, pasukan muslim berjuang sangat keras dan berat hingga memenangkan pertempuran di Badar.
Contoh lainnya adalah pembebasan Makkah (fathu Makkah) pada tanggal 10 Ramadhan 8 H, Nabi bersama 10.000 Muslimin menguasai Makkah dan mengalahkan kekuasaan musyrikin Makkah. Nabi bersama muslimin memasuki Makkah tanpa peperangan dalam keadaan puasa setelah menempuh perjalanan jauh dari Madinah. Begitulah produktivitas Ramadhan yang telah di contohkan Nabi Muhammad kepada seluruh pengikutnya sepanjang zaman.
Ada pula contoh yang telah diberikan para ulama kontemporer, misalnya seperti pada bulan Ramdhan 1973. Ketika sukarelawan Ikhwanul Muslimin dan tentara regular Mesir merebut Jazirah Sinai Baru. Dalam perang tersebut 80.000 pejuang Mesir menghancurkan kekuatan Israel yang ketika itu sedang merayakan Yom Kippur hari raya agama Yahudi. Hingga akhirnya peristiwa tersebut dikenal dengan perang Badar Baru atau perang ramadhan 1973, adapun orang barat mengenalnya dengan perang Yom Kippur.
Kemudian menilik dari sejarah Indonesia sendiri, Fatahillah merebut Sunda Kelapa dari tangan Portugis pada tanggal 22 Juni 1527 bertepatan dengan 22 Ramadhan 933 H. Peristiwa tersebut juga dikenal dengan pengusiran Portugis dari pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa oleh Fatahillah, kemenangan itu dianggap serupa dengan peristiwa Fathul Makkah sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an Surat 48 ayat 1 dengan istilah Fathan Mubiina (Kemenangan yang nyata). Kata tersebut dalam bahasa Sansekerta berarti Jayakarta. Sejak saat itu Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta atau sekarang kita kenal dengan nama Jakarta.
Selanjutnya adalah peristiwa terpenting dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kemerdekaan yang ditandai dengan pembacaan Proklamasi oleh Sukarno-Hatta. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan 9 Ramadhan. Para ahli sejarah Indonesia berpendapat, karena proklamasi terjadi pada 10 hari pertama bulan Ramadhan atau disebut juga bulan Rahmat maka hal ini diabadikan dalam pembukaan UUD 1945 dengan kalimat ”berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa....”
Demikianlah diantara pelajaran yang diajarkan sejarah kepada kita generasi muslim. Saat ini kita telah memasuki bulan suci ramadhan. Di tahun 2011 ini bulan Ramadhan jatuh pada bulan Agustus, mudah-mudahan kita dapat merayakan hari kemerdekaan Indonesia serta belajar dari semangat para pejuang-pejuang kemerdekaan dalam mengangkat harga diri serta kemuliaan dirinya melalui kemerdekaan bangsa.
Dengan lebih memantapkan niat dan mengobarkan semangat dalam menjadikan Ramadhan ini sebagai bulan produktif, bulan prestasi.

Jumat, 29 Juli 2011

Biography of Hasan Langgulung

Hasan Langgulung was born in Rappang, South Sulawesi on October 16, 1934. His father was Tanrasula or known as Langgulung and his mother Siti Aminah. Hasan Langgulung took the whole basic education in Sulawesi, Indonesia. He began his education in the People's School (volkschool), now the level of Primary School in Rappang, South Sulawesi. Then he continued his education at Junior High School and Middle School Muslim in Datuk Museng, Makasar from 1949 to 1952. After that, Hasan Langgulung continued his education at the Islamic School of Islamic Unity (Persis) in Bangil, East Java.
His higher education began when he left for the Middle East in 1955 to pursue education Bachelor of Arts (BA) with specialization in Islamic Studies and Arabic Literature at the Darul Ulum, Cairo University and completed in 1960. A year later he obtained his Diploma of Education (Dip.Ed) from Ein Shams University, Cairo. At Ein Shams University in Cairo, he also earned his MA in Psychology and Mental Health (Mental Hygiene) in 1967 with a thesis on Adolescent problems and their relation to personality and self concept under supervisor Prof. Dr. Mustafa Fahmy.
After finish his master, then continued his education to the West and earned a Doctor of Philosophy (Ph.D) from the University of Georgia, the United States in 1971. By completing the dissertation by the title A Cross Cultural Study of the Child's Conception of Situational Causality in India, Western Samoa, Mexico and the United States. The supervisor was Prof. Dr. E. Paul Torrance.
During his study at the university level Hasan Langgulung was active in student organizations and teaching. This can be evidenced when he was trusted as president of Youth and Students Association of Indonesia (HPPI) in Cairo in 1957. And between 1957 until 1967 he assumed the mandate as the principal and teacher at the Cairo School Indonesia (SIC).
Since 1971, Hasan Langgulung started living in Malaysia. He began to work especially in education and teaching. On September 22, 1972 Hasan Langgulung married Nuraimah Mohammad Yunus. The couple has three children, namely Ahmad Taufiq, Nurul Huda and Siti Zakiah.
Hasan Langgulung died on August 2, 2008 in his 73 years of age. During his life time, he has produced many articles and books on educational and psychological in various languages. Such as English, Arabic, Indonesian and Malay, even some of them translated back in to other languages such as the Philippines.

Sabtu, 18 Juni 2011

The dedication for his honour

Adzan magrib belum lagi berkumandang
Ketika dering panggilanku terdengar ngiang
Mengabarkan bahwa sakaratul maut telah datang
Menjemput beliau dengan sangat tenang
Sang Pencipta telah memanggilnya
Kembali menghadap kehadlirat Allah Yang Maha Kuasa
Di hari jum’at sayyidul ayyam agar jasad mulia adanya
Tepat satu bulan menjelang genap usia beliau enam puluh tiga
Sekuat tekad sepenuh jiwa tuk hadapi kenyataan
Penuh keyakinan bahwa Allah tengah berikan ujian
Tiada peluh tanpa setitik-pun uraikan tangisan
Hanya ketabahan pasti inilah bagian dari pelajaran
Sayu terlihat remang bayang wajah sang kekasih
Menerawang jauh tinggi menembus cakrawala putih
Halus, lembut, tegar namun mantap panjatkan do’a lirih
Mengikhlaskan kepergian orang terpilih
Ketika fajar menyingsing beliau masih terjaga
Khutbah jum’at pun penuh khitmat disimaknya
Hingga kantuk terasa mendatangi ditengah wiridnya
Beliau-pun wafat dalam lelap disisi pendamping tercintanya
Diatas ratusan pen-ta’ziah, kerabat dan saudara-saudara
Ruh-mu menari riang bersinar terbalut cahaya
Senyuman terindah para malaikat menantimu disana
Membuat iri kami semua yang masih bernyawa
Saat jasad memasuki tempat peristirahatan terakhir
Nampak rona wajah istirahat berhias senyuman di bibir
Isak tangis kaum kerabat seiring lantunan takbir
Mengenang jasa meraih berkah nan kekal terukir
Berduyun-duyun karib, kerabat serta handai tolan
Tiada henti ungkapan semua yang merasa kehilangan
Sahabat nan akrab, lugu penuh wibawa dan dermawan
Semoga engkau termasuk surgawan
Jasadmu kini telah pergi bersama namamu harum mewangi
Berkain ihram menghadap mesra sang illahi robbi
Tanpa pernah terusik hiruk-pikuk duniawi
Meninggalkan kehidupan yang tiada tentram lagi
Perjalanan hidupmu ajarkan kami pelajaran terindah
Rangkaian umur kehidupanmu sentiasa bermanfaah
Akhir hayatmu ajari kami kematian khusnul khotimah
Cemburu kami pada meniggalmu yang mewah
Pak Haji Masduqi, begitulah mereka mengenalmu rapat
Keharmonisan hangat sosial-mu kini telah berbuah lebat
Setiap kelelahan tirakatmu selalu terbalas limpahan nikmat
Tanaman budi baik-mu mengalir tiada pernah habis tersendat
Cinta penuh ketaatan beragama adalah hidup keseharianmu
Semangatmu berbagi ilmu dan rezeki tanpa hiraukan balas
Perhatianmu pada sesama selalu terkenang wujud cintaimu
Dedikasi terbaik untuk keluargamu dan jama’ahmu yang ikhlas
Hirupan nafas kami panjang dalam terhela
Menengadah wajah tatap kuasa Allah ta’ala
Penuh keyakinan terucap di hati dalam di dada
Kami ingin mati sepertimu


(penuh cinta untuk bapak dari kami kedua anakmu, do'akan kami dapat wujudkan cita-citamu)

Senin, 09 Mei 2011

The great man will never die..

as we proud having you and always having you
as they love you and beloved by you
as we have learn and be your learner
you give all very goods example all the time
it always make us in aright effort to continue the life
and we believe that Allah not only sent you as His chalipate
but He also giving a great gift for all people around you
fully respected to you my honorable teacher, my great figure and my beloved father
perhaps i able to show you whatever your wish with my best
and let me always life your live till we reunited in hereafter

Rabu, 02 Maret 2011

Beliau adalah, ibu

Beliaulah manusia paling spesial dalam hidup kita. Pengorbanannya, cintanya, kasih sayangnya, dan ketulusannya. Semuanya spesial. Pastinya, tidak ada siapapun di dunia ini yang tidak mengakui kebenaran hal itu. Meskipun mungkin sebagian orang tidak dapat merasakan hal itu dalam hidupnya. Beliau teramat spesial, sehingga kita harus selalu berbakti, menjaga perasaan, mendoakan, membahagiakan dan mewujudkan keinginannya.
Terkadang persoalannya karena kita dan ibu ditakdirkan terlahir di dua zaman yang berbeda, sehingga seringkali banyak hal yang tidak sepahaman diantara kita dan ibu. Memang kita dan orang tua dilahirkan di generasi yang berbeda, menghuni zaman yang tak serupa, mengalami perubahan budaya yang tak sama, hingga terkadang menimbulkan perbedaan komunikasi antara orang tua dengan kita, kehendak yang tak seiring, dan pikiran tak sejalan. Namun kita juga harus ingat bahwa suatu saat nanti di hari tua kita-pun pasti kehidupan akan berbeda, lihat-lah kehidupan adik kita atau anak-anak yang sekarang umurnya jauh di bawah kita, nampak banyak perbedaan antara masa kecil kita dahulu dengan kehidupan mereka sekarang, apalagi dengan masa yang akan kita lalui nanti.
Ibu memiliki pandangan yang lebih dalam tentang hidup dan perasaan, kadang tidak bisa kita pahami sebagai anaknya. Namun pada dasarnya keinginan-keinginan beliau sederhana tetapi seringkali ditafsirkan rumit oleh kita, sehingga terkadang melahirkan dugaan-dugaan tidak berdasar sampai kadang harus menimbulkan rasa kecewa dalam hatinya.
Beliau-lah gudang cinta dan kasih sayang untuk anak-anaknya. Cintanya tidak pernah berkurang, kasih sayangnya tak pernah menipis. Cinta dan kasihnya sama sekali tidak pernah luntur meskipun mungkin kita telah jauh dari sisinya. Cinta dan kasihnya tak pernah menyusut meski kadang kita tak pandai menyambutnya. Dia selalu memberikannya kepada kita kapan saja, dengan cara apa saja. Tak ada bedanya, antara cintanya ketika kita masih kanak-kanak dan ketika kita sudah dewasa, atau ketika kita sudah merasa mampu untuk melakukan segalanya sendiri.
Bagi ibu, anak adalah tempat mencurahkan cinta dan kasih sayang. Walaupun kadang kita tak memahami cara ibu dalam mencintai kita, sehingga melahirkan praduga yang salah dan tuduhan yang bisa melukai hatinya. Bahkan ketika kita dewasa sekalipun, cara ibu menyayangi kita tidak pernah berubah, sampai ketika kita harus menentukan pendamping, ibu pasti tetap akan menunjukkan kasih sayang melalui restunya ataupun larangannya, pasti kita akan berburuk sangka ketika ibu melarang kita meminang pilihan kita sendiri dan sangat kecewa terhadap ibu, padahal hakikatnya itulah besarnya kasih sayang ibu kepada kita.
Barangkali, tidak ada orang yang paling mengerti kita selain ibu. Sejak kecil kita diasuh, hingga dewasa kita diasah, ibu sangat mengerti kita, mengerti kesenangan kita dan hal-hal yang membuat kita senang. Diantara keunikan seorang ibu, ia tetap selalu ingin menghadirkan kesenangan-kesenangan itu untuk kita, meski kita yang sudah dewasa dan merasa sudah tidak di masa itu lagi, atau merasa sudah mampu menghadirkannya sendiri. Sebab bagi seorang ibu, memberi kesenangan kepada anaknya adalah kesenangan tersendiri bagi dirinya. Betapa mulianya ia, yang tak pernah bosan dan lupa dengan kesenangan-kesenangan masa lalu kita, sejak kita masih kanak-kanak.
Hingga kapan pun, ibu selalu ingin membuat kita senang. Suatu hari kita datang menjenguknya, mungkin ia selalu siap menyajikan untuk kita menu-menu makanan kesukaan kita. Begitu juga ketika kita tengah dilanda kegalauan, beliau selalu sabar menemani serta mencarikan solusi dalam setiap permasalahan kita. Tanpa kita tanyakan sekalipun, perasaan ibu teramat dalam untuk menangkap setiap perubahan dari raut muka kita. Namun terkadang kita lebih suka untuk membuka dan mencurahkannya dengan teman kita, atau teman yang merasa dekat dengan kita. Tiadakah kita lupa, bahwa jiwa seorang ibu telah di pertaruhkan untuk kelahiran kita dahulu hingga kita lebih mendekatkan diri dengan siapa yang tidak jelas kepentingannya daripada dengan ibu kita yang teramat mulia.
Ibu, seperti udara kasih yang engkau berikan, tak mampu ku membalasnya ibu.